"Kunti Penunggu Kereta"

Pada suatu malam ada seorang pemuda (sebut saja namanya Adji) sedang menempuh perjalanan dari Kutoarjo menuju Bandung dengan menggunakan kereta. Rencana dadakan hingga membuat Adji terpaksa menggunakan trasportasi kereta dimalam hari. Di tengah perjalanan, saat kereta tersebut berhenti di sebuah stasiun, seorang kakek tua naik dan menawarkan buku-buku bacaan pada semua penumpang.

Sesampainya di kursi Adji, kakek tua itu pun menawarkan dagangannya.
“Bukunya mas? Ada macam-macam nih. Buku silat, cinta-cintaan, agama, dan lain-lain”, ujar sang kakek dengan logat ngapak khas Cilacap.

Adji yang kebetulan sedang tidak bisa tidur pun tertarik. “Ada buku misteri atau horor gak mbah?”

“Oh suka cerita horor yah?”, jawab si kakek. “Kebetulan ada sisa satu mas. ini cerita dan pengalaman nyata, kata teman simbah yang pernah baca, katanya ceritanya bagus mas dan memang benar-benar horor, karena kebetulan diangkat dari kisah nyata dan pengalaman orang. Ceritanya tentang Kereta yang ditinggali banyak Arwah penasaran. Judulnya “KUNTI PENUNGGU KERETA”. Serem banget deh pokoknya ..!!”

“Boleh juga tuh. Berapa harganya mbah?”
“seratus ribu, mas”
“Walah, dene larang temen ya !?”.

“Ya namanya juga buku bagus. Kata orang sih Best seller. Semua yang baca buku ini kabarnya sampe klepek-klepek lho waktu baca endingnya karena syok”, si kakek berpromosi ala salesman.

Adji  pun tambah penasaran,
"Boleh kurang nggak mbah?"

"Buat penglaris sembilan puluh deh mas"

Adji pun akhirnya mengalah, karena memang butuh sekali buku buat mengusir rasa kantuknya. Uang sembilan puluh ribu berpindah tangan.

Entah kenapa, tepat pada saat ia menyerahkan uang tersebut ke kakek tua, tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar. Angin pun terasa mulai bertiup kencang. Si kakek buru-buru melangkah turun dari kereta karena kebetulan kereta berhenti untuk menaikkan penumpang di stasiun berikutnya, namun tiba-tiba kakek itu berhenti dan menolehkan wajahnya pelan-pelan ke arah Adji.

   
                                                         

“Mas”, ujarnya lirih, “apa pun yang terjadi, harap jangan buka halaman terakhir ya. Ingat, apapun yang terjadi. Kalau tidak nanti kamu akan menyesal dan saya tidak bisa bertanggung jawab.”

Jantung Adji berdegup kencang. Saking takutnya, ia sampai tidak mampu menganggukkan kepala hingga akhirnya si kakek turun dari kereta dan menghilang ditelan kegelapan dan keretapun berangkat karena hanya berhenti beberapa menit.

Singkat cerita, dua jam kemudian, sekitar pukul satu malam, Adji selesai membaca seluruh buku tersebut. Kecuali halaman terakhir tentunya. Dan memang benar seperti yang dikatakan si kakek penjual, buku itu benar-benar menegangkan dan menyeramkan.

Di luar kereta yang melaju kencang, hujan turun dengan derasnya. Kilat menyambar bergantian dan terkadang terdengar suara guruh yang menggelegar. Sejenak Adji melihat berkeliling dan ternyata susana mendadak hening, semua penumpang nampaknya sudah terlelap. Bulu kuduknya terasa merinding.

“Baca halaman terakhirnya gak yah?”, pikir Adji bimbang.

Antara penasaran dengan rasa takut berbaur menjadi satu. Di luar jendela malam tampak makin gelap. “Ah sudahlah, sekalian aja. Nanggung!”

Dengan tangan gemetar ia pun membuka halaman terakhir dari buku tersebut secara perlahan … Dan akhirnya tampak sebuah lembaran kosong dengan sepotong label di bagian pojok kanan atas. Sambil menelan ludah, Adji membaca huruf demi huruf yang tercantum:

KUNTI PENUNGGU KERETA
Terbitan CV. Pustaka Buku
Harga Pas: Rp 9.500